Pria di Sulsel Cabuli Bocah 5 Tahun, Pernah Perkosa Ayam Tetangga

Pria di Sulsel Cabuli Bocah 5 Tahun, Pernah Perkosa Ayam Tetangga
Kekerasan terhadap anak kembali menjadi sorotan publik setelah sebuah kasus memilukan terjadi di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Seorang pria berinisial R (27), warga desa setempat
ditangkap oleh pihak kepolisian atas dugaan pencabulan terhadap seorang bocah perempuan berusia lima tahun.
Yang lebih mengejutkan, pelaku disebut-sebut memiliki riwayat kelam—pernah melakukan tindak penyimpangan seksual terhadap seekor ayam milik tetangganya beberapa tahun lalu.
Kejadian ini tidak hanya menyisakan luka mendalam bagi keluarga korban, namun juga memicu kemarahan masyarakat luas yang menuntut keadilan ditegakkan secepatnya. Artikel ini akan membahas secara menyeluruh kronologi kejadian, rekam jejak pelaku, proses hukum yang sedang berjalan, serta pentingnya penguatan sistem perlindungan anak di Indonesia.
Pria di Sulsel Cabuli Bocah 5 Tahun, Pernah Perkosa Ayam Tetangga
Honda4d login Kasus ini pertama kali terungkap ketika orang tua korban menyadari perubahan sikap sang anak yang menjadi murung dan enggan bermain bersama teman-temannya seperti biasa.
Anak tersebut juga menunjukkan ketakutan berlebih saat melihat pelaku. Merasa ada yang tidak beres, orang tua korban kemudian mencoba menggali informasi lebih dalam, hingga sang anak akhirnya mengungkapkan peristiwa yang dialaminya.
Menurut keterangan keluarga, pelaku diduga membujuk korban dengan iming-iming permen lalu membawanya ke sebuah area sepi di sekitar kebun milik warga.
Di tempat itulah dugaan pencabulan terjadi.
Keluarga korban kemudian melapor ke kepala desa, yang langsung meneruskan laporan tersebut ke Polsek setempat.
Penangkapan dan Proses Hukum
Setelah menerima laporan, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Bone segera bertindak cepat. Petugas melakukan penelusuran lokasi kejadian, memeriksa saksi-saksi, dan mengamankan pelaku yang sempat mencoba melarikan diri. R kini telah ditahan di Mapolres Bone dan sedang menjalani pemeriksaan secara intensif.
Kepolisian menyatakan bahwa pelaku akan dikenakan pasal 76E jo Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara serta denda hingga Rp5 miliar. Aparat juga memastikan bahwa proses hukum akan berjalan transparan dan sesuai aturan.
Rekam Jejak Pelaku: Bukan Kasus Pertama
Yang membuat kasus ini semakin menyedot perhatian publik adalah riwayat perilaku menyimpang dari pelaku. Menurut keterangan warga, beberapa tahun lalu pelaku pernah tertangkap basah oleh tetangganya saat melakukan tindakan tak senonoh terhadap seekor ayam. Meski kejadian itu sempat menjadi pembicaraan hangat di lingkungan desa, namun tidak pernah dilaporkan ke pihak berwajib dan hanya diselesaikan secara kekeluargaan.
Pakar psikologi menyebut bahwa tindakan seksual terhadap hewan (zoofilia) merupakan indikasi adanya kelainan parafilia. Jika tidak ditangani dengan tepat, perilaku ini dapat berkembang menjadi tindakan kekerasan seksual terhadap manusia, sebagaimana terjadi pada kasus ini. Sayangnya, tidak adanya tindakan hukum atau rehabilitasi pada saat pelaku pertama kali menunjukkan perilaku menyimpang membuat potensi bahayanya diabaikan.
Dampak Psikologis terhadap Korban
Korban yang masih sangat muda mengalami trauma berat akibat kejadian tersebut. Saat ini, pihak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A)
telah memberikan pendampingan psikologis untuk membantu proses pemulihan korban. Berdasarkan studi psikologi anak, trauma akibat kekerasan seksual pada usia dini dapat berdampak panjang terhadap perkembangan emosional, kepercayaan diri, serta kehidupan sosial korban di masa mendatang.
Penting untuk memastikan korban mendapatkan perawatan medis dan psikologis yang tepat secara berkelanjutan. Selain itu, dukungan keluarga dan lingkungan sekitar sangat penting agar anak merasa aman dan mampu melanjutkan kehidupannya dengan kepercayaan diri yang tumbuh kembali.
Reaksi Masyarakat dan Seruan Keadilan
Setelah berita ini tersebar, masyarakat di wilayah tempat kejadian menunjukkan kemarahan yang besar. Warga menuntut pelaku dijatuhi hukuman seberat-beratnya agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
Beberapa organisasi masyarakat juga turut angkat suara, mendorong aparat untuk mengusut tuntas kasus ini dan melakukan tindakan tegas tanpa kompromi.
Tokoh masyarakat setempat menyayangkan sikap sebagian warga di masa lalu yang menutupi perilaku menyimpang pelaku. Mereka berharap ke depan masyarakat lebih berani melaporkan tindakan menyimpang agar pelaku mendapatkan penanganan lebih awal.
Peran Pemerintah dan Lembaga Terkait
Kejadian ini menjadi peringatan keras bahwa sistem perlindungan anak di daerah perlu diperkuat.
Pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dan tokoh masyarakat perlu meningkatkan pengawasan serta edukasi mengenai perlindungan anak. Program pelatihan bagi orang tua tentang cara
mendeteksi tanda-tanda pelecehan seksual sangat diperlukan.
Selain itu, pemerintah perlu menyediakan layanan rehabilitasi kejiwaan bagi pelaku yang menunjukkan gejala kelainan seksual. Layanan ini harus menjadi bagian dari sistem pemasyarakatan agar pelaku tidak kembali
melakukan kejahatan serupa setelah bebas dari hukuman.
Baca juga:Hati-hati Geser Patok Tanah Orang Lain Tanpa Izin Bisa Dipidana
Pentingnya Edukasi Seksual Usia Dini
Kasus ini juga mengingatkan pentingnya pendidikan seksual berbasis nilai bagi anak-anak sejak usia dini.
Pendidikan ini tidak bertujuan mendorong perilaku seksual
melainkan mengajarkan anak untuk memahami batas tubuh, mengenali tindakan yang tidak pantas, dan tahu bagaimana meminta pertolongan saat merasa terancam.
Banyak orang tua masih merasa tabu membicarakan hal ini, padahal justru ketidaktahuan anak sering
dimanfaatkan oleh pelaku untuk melancarkan aksinya.
Pemerintah dan sekolah perlu bekerja sama mengembangkan modul edukasi yang sesuai dengan usia dan budaya lokal agar anak-anak lebih terlindungi.
Post Comment