ABG Dibacok Diduga Tawuran Lapor Polisi karena Mau Urus BPJS
ABG Dibacok Diduga Tawuran Lapor Polisi karena Mau Urus BPJS
Kisah mengejutkan datang dari seorang remaja laki-laki berusia 16 tahun (selanjutnya disebut ABG)
yang menjadi korban kekerasan saat diduga terlibat dalam aksi tawuran.
Uniknya, korban baru melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwajib beberapa hari setelah insiden terjadi
bukan karena ingin menuntut pelaku atau mengejar keadilan, tetapi karena ingin mengurus klaim BPJS Kesehatan untuk biaya pengobatan.
Peristiwa ini bukan hanya menjadi sorotan karena tindakan kekerasan yang menimpa korban, tetapi juga karena
memperlihatkan realitas di lapangan bahwa masih banyak masyarakat, terutama kalangan remaja
dan keluarganya, yang belum memahami mekanisme hukum maupun pelayanan kesehatan secara utuh.
ABG Dibacok Diduga Tawuran Lapor Polisi karena Mau Urus BPJS
Kejadian bermula saat ABG tersebut berada di sekitar kawasan padat di pinggiran Jakarta pada malam hari.
Diduga kuat sedang terjadi tawuran antarkelompok remaja yang membawa senjata tajam.
Menurut keterangan warga sekitar, suara teriakan dan benda tumpul terdengar dari kejauhan, dan beberapa orang terlihat melarikan diri.
ABG tersebut mengalami luka bacok di bagian punggung dan lengan.
Alih-alih langsung melapor ke polisi atau ke rumah sakit, ia justru memilih pulang dan hanya mendapatkan
pengobatan seadanya di rumah dengan bantuan keluarga dan tetangga. Dalam kondisi terluka, korban tidak langsung meminta bantuan hukum.
Beberapa hari kemudian, ketika keluarganya hendak mengajukan klaim biaya pengobatan melalui BPJS
pihak fasilitas kesehatan menolak karena tidak adanya surat laporan kepolisian sebagai bukti kejadian tindak kriminal.
Lapor Polisi Karena Syarat BPJS
Mendengar penolakan dari pihak faskes, keluarga akhirnya membawa korban ke kantor polisi terdekat Saat diperiksa
korban mengaku bahwa ia tidak mengetahui secara pasti siapa pelaku penyerangan, namun yakin insiden tersebut terjadi dalam kerusuhan antar kelompok.
Pihak kepolisian sempat heran karena laporan dibuat setelah luka mengering dan barang bukti sulit diidentifikasi.
Namun setelah dijelaskan bahwa tujuan utama pelaporan adalah agar bisa melengkapi dokumen pengajuan klaim BPJS, petugas akhirnya tetap memproses laporan untuk keperluan administratif.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah remaja tersebut memang tidak ingin mengusut pelaku
atau justru tidak tahu hak hukumnya sebagai korban kejahatan?
Sudut Pandang Kepolisian
Kepolisian mengapresiasi langkah korban yang akhirnya melapor, meskipun agak terlambat.
Menurut mereka, laporan semacam ini seharusnya segera dilakukan agar proses penyelidikan bisa berjalan optimal.
“Laporan kejadian kekerasan semestinya dilakukan dalam waktu singkat agar pelaku bisa segera diidentifikasi dan proses hukum berjalan.
Tapi kami juga memahami bahwa banyak masyarakat, khususnya dari kelompok ekonomi bawah
masih belum memahami pentingnya pelaporan dini,” ujar seorang perwira polisi di lokasi.
Kasus ini juga membuka diskusi soal bagaimana edukasi kepada masyarakat terkait pelaporan kekerasan dan hak korban terhadap
layanan kesehatan harus ditingkatkan.
Pentingnya Laporan Kepolisian dalam Pengurusan BPJS
Dalam sistem BPJS Kesehatan, setiap klaim yang berkaitan dengan kejadian luar biasa seperti kecelakaan, tindak kriminal
atau kekerasan, memerlukan berita acara dari kepolisian sebagai syarat administrasi. Hal ini dilakukan untuk mencegah
penyalahgunaan dan memastikan keabsahan kejadian yang menjadi dasar klaim.
Namun sayangnya, banyak masyarakat yang belum memahami mekanisme ini. Akibatnya, mereka sering kali datang ke
faskes atau rumah sakit dengan luka serius tetapi tidak membawa dokumen pendukung, sehingga proses klaim terhambat dan biaya ditanggung sendiri.
Reaksi Masyarakat dan Media Sosial
Kejadian ini sempat viral di media sosial karena dinilai “aneh tapi nyata”. Banyak netizen menilai bahwa kasus ini
adalah bukti lemahnya pemahaman hukum di kalangan generasi muda, sekaligus menyoroti minimnya edukasi hukum dan kesehatan di sekolah.
Sebagian lain merasa prihatin karena korban terkesan lebih mementingkan pembiayaan pengobatan daripada keadilan hukum.
Beberapa komentar juga menyinggung bahwa laporan baru dilakukan setelah tekanan keluarga dan kebutuhan administrasi.
Baca juga:KBRI Teheran Siaga 1, Pemerintah Mulai Persiapkan Evakuasi Ratusan WNI di Iran
Kesimpulan
Kasus ABG yang dibacok saat diduga tawuran dan baru melapor demi urusan BPJS menjadi contoh nyata bagaimana
realitas sosial dan birokrasi sering kali saling bertabrakan.
Di satu sisi, sistem layanan kesehatan menuntut legalitas laporan. Di sisi lain, masyarakat yang belum melek hukum
kesulitan memenuhi persyaratan administratif tersebut.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa pemahaman masyarakat terhadap sistem hukum dan prosedur pelayanan
kesehatan harus terus ditingkatkan. Edukasi sejak dini, khususnya di sekolah-sekolah dan komunitas remaja, menjadi
kunci agar kejadian serupa tak terulang dan korban kekerasan dapat memperoleh haknya secara utuh—baik dari sisi keadilan maupun kesehatan.
Post Comment