Loading Now

Pandangan KPK Vs Kemenhut Soal Perusahaan Tambang Rambah Hutan

Pandangan KPK Vs Kemenhut Soal Perusahaan Tambang Rambah Hutan

Pandangan KPK Vs Kemenhut Soal Perusahaan Tambang Rambah Hutan

Perbedaan pandangan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)

mencuat ke publik terkait aktivitas perusahaan tambang yang diduga merambah kawasan hutan. KPK menilai banyak perusahaan tambang beroperasi secara ilegal

tanpa izin sah di kawasan hutan, sedangkan KLHK menilai sebagian besar kegiatan tersebut telah memiliki dasar hukum melalui izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH).

Perselisihan narasi ini menjadi sorotan karena menyangkut keselamatan lingkungan, tata kelola sumber daya alam, hingga potensi kerugian negara akibat pembiaran atau lemahnya pengawasan.

Pandangan KPK Vs Kemenhut Soal Perusahaan Tambang Rambah Hutan

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, menyebutkan bahwa banyak perusahaan tambang melakukan eksplorasi dan eksploitasi di kawasan hutan lindung tanpa IPPKH.

Dalam berbagai temuan hasil koordinasi supervisi KPK dengan daerah-daerah penghasil tambang, diketahui bahwa izin lingkungan dan izin kehutanan kerap tidak dimiliki oleh perusahaan tambang aktif.

KPK juga mengkhawatirkan adanya praktik korupsi dalam penerbitan izin, lemahnya pengawasan, serta ketidaksesuaian antara data izin dengan kegiatan lapangan.

Ada potensi kerugian besar bagi negara, baik dari sisi pendapatan negara bukan pajak (PNBP) maupun kerusakan ekologis yang bersifat permanen,” tegas Ghufron.

KLHK Tegaskan Mayoritas Tambang Miliki IPPKH

Sementara itu, pihak KLHK melalui Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Ruandha Agung Sugardiman, menyatakan bahwa data pemerintah

menunjukkan sebagian besar perusahaan tambang yang beroperasi di kawasan hutan sudah mengantongi IPPKH yang sah.

Bahkan, KLHK telah melakukan penertiban dan penyesuaian kebijakan melalui integrasi sistem perizinan berbasis OSS (Online Single Submission).

Ruandha menambahkan, perbedaan data antara KPK dan KLHK bisa terjadi karena keterbatasan data historis atau keterlambatan pembaruan dokumen.

Namun, menurutnya, KLHK terus mendorong transparansi data perizinan serta membuka ruang koreksi bersama antarlembaga.

Perbedaan Data dan Perspektif Menjadi Kendala

Perbedaan pandangan antara KPK dan KLHK tidak hanya terletak pada analisis hukum, tetapi juga pada basis data yang digunakan. KPK kerap menggunakan temuan lapangan dan laporan masyarakat, sedangkan KLHK berpegang pada basis data administrasi negara. Hal ini menyebabkan sejumlah perbedaan dalam hal jumlah perusahaan yang dianggap ilegal, status kawasan, hingga tindak lanjut hukum.

Para pengamat menilai, perbedaan ini berpotensi menghambat penegakan hukum dan pengawasan. Jika lembaga negara tidak bersinergi, maka akan sulit untuk menghadirkan kepastian hukum bagi dunia usaha, sekaligus melindungi kawasan hutan dari eksploitasi berlebihan.

Dampak Lingkungan dan Kerugian Negara

Tambang di kawasan hutan seringkali meninggalkan dampak lingkungan jangka panjang. Mulai dari deforestasi, pencemaran air balap4d  degradasi lahan, hingga hilangnya keanekaragaman hayati. Selain itu, kerusakan hutan menyebabkan berkurangnya fungsi ekosistem seperti penyimpanan karbon dan pengendalian banjir.

KPK memperkirakan bahwa aktivitas tambang tanpa izin di kawasan hutan bisa merugikan negara triliunan rupiah setiap tahunnya. Kerugian tersebut berasal dari hilangnya potensi PNBP, biaya pemulihan lingkungan, dan dampak sosial ekonomi terhadap masyarakat sekitar.

Upaya Penyelarasan Data dan Kebijakan

Menanggapi perbedaan ini, Presiden Joko Widodo melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi telah meminta agar kementerian terkait duduk bersama dengan KPK untuk menyelaraskan data. Tujuannya adalah mendorong penguatan tata kelola tambang, terutama dalam kawasan hutan, tanpa menghambat investasi legal.

KPK juga mendorong agar integrasi data antara kementerian, pemerintah daerah, dan lembaga penegak hukum bisa lebih optimal melalui platform digital nasional yang terintegrasi.

Perlunya Reformasi Izin Tambang di Kawasan Hutan

Pakar kehutanan dan hukum lingkungan menyatakan bahwa perbedaan antara KPK dan KLHK harus menjadi momentum untuk mereformasi sistem perizinan tambang di Indonesia. Dibutuhkan transparansi data publik, pengawasan independen, dan sanksi tegas bagi pelanggar. Tidak cukup hanya memperbaiki sistem administrasi, tetapi juga menindaklanjuti temuan lapangan secara hukum.

Selain itu, perlu evaluasi terhadap kebijakan IPPKH itu sendiri: apakah masih relevan dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan.

Kesimpulan: Kolaborasi Antarlembaga Jadi Kunci

Pandangan yang berbeda antara KPK dan KLHK bukan sekadar perdebatan, tetapi cermin dari tantangan besar dalam pengelolaan sumber daya alam. Kolaborasi antarlembaga dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci agar pengelolaan tambang di kawasan hutan berjalan secara legal, lestari, dan adil bagi semua pihak, termasuk generasi mendatang.

Baca juga: Belum Pernah Diungkap Ini Temuan Kompolnas di TKP Kematian Diplomat Kemlu

Post Comment

saya bukan robot *Time limit exceeded. Please complete the captcha once again.