Tom Lembong Minta Dibebaskan Dari Kasus Dugaan Korupsi Gula
Tom Lembong Minta Dibebaskan Dari Kasus Dugaan Korupsi Gula melalui tim penasihat hukumnya, meminta Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta untuk membebaskannya dari dakwaan kasus dugaan korupsi terkait importasi gula.
Dalam sidang pembacaan nota keberatan (eksepsi) yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis, penasihat hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, menegaskan bahwa perkara yang menjerat kliennya tidak termasuk dalam ranah tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, ia menilai Pengadilan Tipikor tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa dan mengadili kasus ini. Ari juga menyoroti bahwa surat dakwaan yang diajukan jaksa mengandung kekeliruan dalam menetapkan pihak yang bertanggung jawab (error in persona) serta dinilai tidak jelas atau kabur (obscuur libel).
“Dengan demikian, kami meminta kepada Majelis Hakim agar segera membebaskan terdakwa dari tahanan setelah putusan sela dibacakan,” ujar Ari dalam persidangan.
Tom Lembong Minta Dibebaskan Kasus Gula
Lebih lanjut, apabila kliennya dinyatakan bebas, Ari juga meminta agar Majelis Hakim memerintahkan jaksa penuntut umum untuk merehabilitasi serta memulihkan nama baik dan kedudukan hukum Tom Lembong. Ia menekankan bahwa hak-hak kliennya harus dipulihkan sesuai dengan prinsip keadilan dan martabat hukum yang berlaku.
Argumen Penasihat Hukum: Kasus Administratif, Bukan Korupsi
Ari Yusuf Amir menegaskan bahwa dugaan pelanggaran yang dituduhkan kepada Tom Lembong seharusnya dikategorikan sebagai perkara administratif di bidang perdagangan dan pangan, bukan sebagai tindak pidana korupsi. Menurutnya, tindakan yang dilakukan oleh kliennya saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan tidak memenuhi unsur-unsur korupsi sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Selain itu, Ari menyoroti bahwa surat dakwaan yang diajukan oleh jaksa dinilai menyasar individu yang keliru. Menurutnya, pembayaran yang berkaitan dengan proses importasi gula, baik yang dilakukan terhadap pajak maupun kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), bukan dilakukan oleh Tom Lembong, melainkan oleh sembilan perusahaan swasta yang berperan sebagai penjual gula sekaligus wajib pajak.
“Seluruh pembayaran dalam kegiatan importasi gula tahun 2015-2016 telah dilakukan oleh pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab, yakni perusahaan swasta yang terlibat dalam perdagangan gula, bukan oleh klien kami,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ari juga menekankan bahwa kegiatan importasi gula pada periode tersebut telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Berdasarkan hasil audit yang dilakukan oleh BPK, tidak ditemukan adanya indikasi kerugian negara yang timbul akibat kebijakan yang diambil oleh Tom Lembong.
Ketidakjelasan Dakwaan: Dasar Perhitungan Kerugian Negara Dipertanyakan
Selain mempertanyakan kelayakan kasus ini untuk diadili di Pengadilan Tipikor, penasihat hukum juga menyoroti ketidakjelasan dalam surat dakwaan yang diajukan oleh jaksa. Salah satu poin utama yang disoroti adalah tidak adanya penjelasan detail mengenai harga pembelian gula kristal putih oleh sejumlah koperasi yang berperan dalam importasi, yaitu Induk Koperasi Kartika (INKOPKAR), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (INKOPPOL), dan Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (PUSKOPOL) dari delapan perusahaan swasta.
“Dalam dakwaan, tidak ada rincian mengenai harga beli gula yang menjadi dasar perhitungan kerugian negara. Hal ini membuat dakwaan menjadi tidak jelas dan patut untuk dipertanyakan,” ungkap Ari.
Selain itu, penasihat hukum juga menyoroti bahwa penerbitan surat pengakuan impor atau persetujuan importasi gula kristal mentah yang dilakukan oleh Tom Lembong saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan, tidak bisa serta-merta dikategorikan sebagai tindakan yang merugikan keuangan negara. Ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas pasokan pangan nasional.
Post Comment