Dukung Prabowo KPK RUU Perampasan Aset Harus Segera Diselesaikan
Dukung Prabowo KPK RUU Perampasan Aset Harus Segera Diselesaikan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara terbuka menyatakan dukungan terhadap pemerintahan terpilih yang akan dipimpin oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto, khususnya dalam hal penguatan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Salah satu langkah konkret yang kembali disoroti oleh KPK adalah desakan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset segera disahkan menjadi undang-undang.
RUU yang telah bertahun-tahun tertunda ini dianggap sebagai elemen penting dalam memperkuat mekanisme hukum untuk menyita dan mengembalikan aset hasil tindak pidana korupsi. Dalam konteks pemerintahan baru, KPK berharap pengesahan RUU tersebut menjadi prioritas nasional yang tak bisa lagi ditunda.

Dukung Prabowo KPK RUU Perampasan Aset Harus Segera Diselesaikan
RUU Perampasan Aset adalah rancangan aturan hukum yang memungkinkan aparat penegak hukum menyita harta kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana, tanpa harus menunggu putusan pidana terhadap pelaku. Mekanisme ini dikenal sebagai non-conviction based asset forfeiture dan telah digunakan di berbagai negara sebagai cara efektif memerangi korupsi, narkotika, dan kejahatan terorganisir.
Di Indonesia, saat ini perampasan aset hanya dapat dilakukan setelah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). Akibatnya, proses pemulihan aset korupsi seringkali memakan waktu sangat lama, bahkan tidak berhasil sama sekali jika pelaku meninggal dunia, melarikan diri, atau proses hukum macet.
KPK: RUU Ini Bukan Ancaman, Tapi Solusi
Ketua KPK, Nawawi Pomolango, dalam pernyataan resminya mengatakan bahwa RUU ini bukan ditujukan untuk menakut-nakuti masyarakat, tetapi menjadi solusi untuk mempercepat proses pemulihan kerugian negara.
“RUU Perampasan Aset tidak bertujuan merampas harta masyarakat yang sah. Justru sebaliknya, ini untuk menyasar aset-aset hasil tindak pidana yang selama ini sulit dijangkau karena hambatan hukum formal,” ujarnya dalam konferensi pers pada awal Mei 2025.
KPK menilai, jika RUU ini segera disahkan, Indonesia akan memiliki senjata hukum baru untuk mengejar para pelaku korupsi lintas negara yang menyembunyikan aset mereka di luar negeri.
Dukungan kepada Pemerintahan Prabowo-Gibran
Selain menyoroti urgensi RUU tersebut, KPK juga menyatakan kesiapan bekerja sama dengan pemerintahan Prabowo-Gibran yang akan mulai menjabat Oktober 2024. KPK berharap ada komitmen politik kuat dari Presiden terpilih untuk menjadikan agenda pemberantasan korupsi sebagai pilar utama pemerintahan.
“Kami tidak bicara soal dukung-mendukung dalam arti politik. Yang kami harapkan adalah kebijakan yang memperkuat kerja pemberantasan korupsi, bukan malah membatasi,” jelas Nawawi.
Selama kampanye Pilpres, Prabowo beberapa kali menyampaikan komitmen memperkuat aparat penegak hukum, termasuk KPK, melalui reformasi kelembagaan, peningkatan teknologi, dan penguatan aturan hukum.
RI Belum Maksimal Pulihkan Aset Korupsi
Indonesia tercatat masih lemah dalam memulihkan aset hasil tindak pidana. Data KPK menunjukkan bahwa dari triliunan rupiah kerugian negara akibat korupsi, baru sekitar 10–15 persen yang berhasil dikembalikan.
Salah satu kendala utama adalah keterbatasan instrumen hukum untuk menyita dan melelang aset secara cepat. Misalnya:
-
Aset seringkali atas nama pihak ketiga.
-
Proses pembuktian asal-usul aset rumit dan memakan waktu.
-
Tidak adanya mekanisme penyitaan sebelum ada vonis.
Dengan disahkannya RUU Perampasan Aset, maka aparat bisa melakukan penyitaan terhadap aset yang tidak dapat dibuktikan asalnya secara legal, meski pelakunya tidak dapat dihukum secara pidana.
Contoh Negara Lain: Belajar dari Filipina dan Swiss
Beberapa negara sudah lebih dulu menerapkan perampasan aset tanpa menunggu vonis pidana. Contohnya:
-
Filipina berhasil menyita ratusan juta dolar dari keluarga diktator Ferdinand Marcos lewat proses perampasan aset.
-
Swiss mengizinkan penyitaan aset koruptor asing yang tidak bisa membuktikan asal legal hartanya, seperti kasus bekas diktator Afrika.
Prinsip dasar dari aturan ini adalah: harta yang tidak bisa dijelaskan asalnya secara sah adalah hasil kejahatan. Indonesia diharapkan bisa mengadopsi prinsip serupa, tentu dengan batasan dan perlindungan hukum yang kuat agar tidak disalahgunakan.
Baca juga:Hasan Nasbi Resmi Mengundurkan Diri dari Posisi Kepala PCO
RUU Masih Tertahan di DPR: Apa Masalahnya?
Meski sudah berkali-kali masuk program legislasi nasional (Prolegnas), RUU Perampasan Aset masih belum kunjung disahkan. Beberapa faktor penghambat antara lain:
-
Perbedaan pandangan antar fraksi DPR.
-
Kekhawatiran penyalahgunaan wewenang oleh aparat.
-
Ketidakjelasan teknis mekanisme pembuktian terbalik.
Namun sejumlah anggota dewan yang pro terhadap RUU ini menyebut bahwa penundaan pengesahan justru memberi kesan bahwa negara tidak serius dalam memburu harta hasil kejahatan. Masyarakat pun mendesak DPR agar tidak menjadikan RUU ini sebagai “barang panas” yang dipolitisasi.
Dukungan dari Masyarakat Sipil dan Akademisi
LSM antikorupsi seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Transparansi Internasional Indonesia, hingga lembaga akademik telah lama mendesak pengesahan RUU ini. Mereka menilai bahwa:
-
Korupsi saat ini sudah melibatkan jaringan lintas negara.
-
Banyak koruptor menyamarkan aset melalui nominee atau kerabat.
-
Tanpa perampasan aset, efek jera tidak akan tercipta.
Dosen hukum pidana dari Universitas Indonesia, Dr. Erdianto, menyatakan bahwa RUU ini sangat penting untuk mempercepat proses pemulihan kerugian negara.
“Tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar biasa. Maka instrumen hukumnya pun harus luar biasa,” ujarnya dalam diskusi publik.
KPK Siap Implementasi jika RUU Disahkan
KPK menyatakan kesiapan penuh untuk mengimplementasikan RUU Perampasan Aset bila telah sah menjadi UU. Beberapa hal yang telah disiapkan antara lain:
-
Tim pelacakan aset lintas yurisdiksi.
-
Sistem database terintegrasi untuk deteksi kepemilikan harta.
-
Pelatihan penyidik dalam pembuktian terbalik dan manajemen barang bukti.
Selain itu, KPK juga menjalin kerja sama dengan lembaga internasional seperti Interpol, Financial Action Task Force (FATF), dan UNODC untuk memperkuat mekanisme lintas negara.
Kesimpulan: Momentum Pemerintahan Baru untuk Membenahi Sistem Hukum
Pernyataan KPK yang mendukung pengesahan RUU Perampasan Aset sekaligus mengajak pemerintah Prabowo Subianto untuk memberi perhatian khusus terhadap agenda antikorupsi, menjadi sinyal kuat akan kebutuhan reformasi hukum secara menyeluruh. Dalam konteks pemerintahan baru, inilah waktu yang tepat untuk mengukuhkan komitmen terhadap transparansi, akuntabilitas, dan pemulihan kerugian negara.
Dengan payung hukum yang kuat, penegakan hukum terhadap kejahatan kerah putih akan lebih efektif, dan masyarakat bisa kembali menaruh kepercayaan penuh terhadap sistem peradilan Indonesia.
Post Comment